blog

Monumen itu seketika menarik perhatianku. Bukan saja karena hari Bakti Rimbawan yang telah diperingati 16 Maret lalu. Tapi juga kondisi monumen berupa patung yang kusam, penuh lumut dan tak terurus.

Bagi yang terbiasa berkunjung ke Wana Wisata Penggaron, Semarang, Jawa Tengah. Mungkin tidak aneh lagi dengan keberadaan patung itu, Patung yang terletak di salah satu sudut Wana Wisata. Patung yang terlihat lusuh. Patung seseorang berseragam lengkap. Nama lengkap tersemat di dada kanan, Polhutan di dada kiri.

ARIES SOERIPTO

Begitulah nama yang tercetak di granit putih. Tepat di bawah kata Monumen Rimbawan. Keterangan tempat dan tanggal lahir maupun meninggal tercantum disitu. Lengkap dengan kata “Tewas Dalam Menjalankan Tugas Negara”.

Sangat sulit mencari data dan informasi tentang Aries Soeripto. Beruntung saya bisa menghubungi Pak. Suhartojo Hadi teman seangkatan Aries Soeripto saat mengenyam pendidikan SKMA Bogor hingga lulus tahun 1968. Dari beliau pulalah saya disarankan menghubungi Pak. Rui Gonsalves, Asper Penggaron dimana Wana Wisata itu berada.

“Kondisi patung rusak berat dan parah tidak ada perhatian dari Perhutani” itulah kalimat pertama yang terlontar ketika saya menanyakan bagaimana kondisi patung Aries Soeripto sekarang.
“Kita prihatin hutan di Jawa dan di luar Jawa dulu yang bangun senior (SKMA) kita, tapi sekarang kita dilupakan oleh kelompok yang bersaing untuk mencari jabatan dan untuk kelompoknya, jiwa korsa rimbawan dan hati nurani mereka sudah tidak ada” tambahnya.

Keterangan lain saya peroleh dari Dr. Aep Ruhandi, mantan ketua tamatan SKMA 1968. Aries Soeripto lahir di Gombong, 4 April 1949. Selepas menamatkan pendidikan SKMA Bogor tahun 1968, Soeripto muda langsung meniti karir di Perum Perhutani. Pernah ditugaskan di SPH Salatiga, kemudian pindah ke KPH Gundih sebelum dimutasi ke KPH Semarang.
Aries Soeripto kala itu menjabat Asisten Perhutani (Asper)/ KBKPH Jembolo Utara, KPH Semarang. Pada suatu malam 19 Maret 1986 sekira pukul 22.30, Aries Soeripto bersama empat anak buahnya hendak melakukan penyitaan kayu di Desa Margohayu, Karangawen, Kab Demak. Dia mendapat laporan adanya balungan rumah (kerangka atap berikut tiang-tiang rumah) terbuat dari kayu jati, curian dari hutan Perhutani.

Tiba-tiba Aries Soeripto serta anak buahnya diteriaki maling dan dikeroyok oleh penduduk desa. Aries Soeripto menjadi bulan-bulanan masa, tanpa sempat melakukan perlawanan. Aries Soeripto tewas ditempat, sedangkan empat anak buahnya luka berat.

Kejadian ini membuat gempar Perhutani. Untuk pertama kalinya Asper tewas dibunuh masa yang sudah bercampur dengan para pencuri kayu. Ir. Soedjarwo, Menhut kala itu langsung memerintahkan Irjen Kehutanan (Mayjen C.I Henry Santoso) untuk mengusut tuntas tragedi ini. Sampai-sampai Pangdam Diponegoro dan Kapolda Jawa Tengah mengunjungi langsung tempat kejadian perkara. Dan kasus ini ditindaklanjuti oleh Kapolres serta Dandim Demak, Akhirnya 38 orang penduduk Margohayu ditetapkan bersalah atas pengeroyokan Aries Soeripto, dan dihukum bervariasi antara 2-6 tahun.

Aries Soeripto gugur sebagai pahlawan rimbawan, meninggalkan seorang istri dan 3 orang anak. Selain Aries Soeripto mendapatkan penghargaan berupa kenaikan pangkat, sang istri pun diangkat menjadi pegawai Perhutani KPH Purwodadi. Dan ketiga anaknya mendapat beasiswa hingga S1 dari Perhutani, Untuk menghormati jasa beliau pada negara, Perhutani membangun Monumen Rimbawan Aries Soeripto. Diresmikan 1 Oktober 1988. Monumen tersebut ditempatkan di salah satu tempat di Wanawisata Penggaron, Semarang.

“Banyak sekali yang bisa diteladani dari Aries Soeripto. Kesetiaan terhadap pekerjaannya, kesetiaan pada Perhutani. Kedisiplinan bekerja dan kejujuran selama menjalankan tugas” Ujar Aep Ruhandi.
Meneladani Aries Soeripto, agaknya kita (tepatnya saya) musti malu. Apalah saya ini yang hanya Rimbawan salon, kerja hanya di belakang meja. Boro-boro mempertaruhkan nyawa demi kelestarian hutan. Ke lapangan aja jarang-jarang. Kena panas sedikit ngeluh, kena hujan dikit flu.
Hormat saya bagi para Rimbawan yang benar-benar berbakti untuk negeri. Rela tinggal di pelosok negara. Jauh dari keluarga dan sanak saudara. Rela mempertaruhkan segalanya demi lestarinya hutan Indonesia, walau nyawa sekalipun.

Agaknya slogan “jangan lupakan sejarah” cocok untuk kondisi saat ini. Inilah saatnya Rimbawan bergerak. Penghormatan terhadap Pahlawan Rimbawan Aries Soeripto bisa diwujudkan. Setidaknya dengan merawat monumennya dengan baik. Memindahkannya ke tempat yang layak. Gak tega rasanya membiarkan monumen itu kusam di pojokan. Diantara rerimbunan belukar.

Aries Soeripto itu Rimbawan, Aries Soeripto alumnus SKMA. Yuk bergerak!! ( Budi Budiman KDP 1999 ).